Sabtu, 08 September 2018

Tingkat Konsumsi Ikan di Indonesia: Ironi di Negeri Bahari

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki panjang garis pantai terbesar kedua setelah Kanada. Laut Indonesia dipenuhi oleh berbagai macam jenis biota laut yang hidup di dalamnya. Indonesia juga disebut sebagai negara dengan keanekaragaman spesies terbesar di dunia. Salah satu potensi laut Indonesia yang cukup besar adalah ikan. Sumberdaya perikanan Indonesia di perairan tawar, payau, maupun laut memiliki potensi dan tingkat pemanfaatan yang cukup tinggi, terutama di bidang perdagangan internasional.

Sebagai salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan manusia, ikan memiliki berbagai keunggulan. Ikan mengandung protein yang bermutu tinggi dan rendah kandungan asam lemak jenuh. Ikan mengandung asam amino essensial lebih banyak daripada sumber protein hewani lainnya dan memiliki kandungan asam lemak omega 3, 6, dan 9 yang sangat tinggi. Asam lemak omega 3 dan 6 sangat baik untuk membantu perkembangan otak balita pada masa pertumbuhan. Daging ikan yang berwarna putih memiliki kadar protein yang lebih tinggi dan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian daging yang berwarna merah. Ikan bersifat universal dan dapat diterima oleh semua agama dan semua golongan. Selain itu ikan dapat dikonsumsi manusia dalam hampir di semua umur, kecuali bayi yang sumber makanannya yang masih menggantungkan air susu ibu (ASI). Harga ikan juga lebih murah dibandingkan sumber protein lain seperti daging sapi sehingga lebih terjangkau oleh konsumen. Keragaman jenis ikan yang tinggi memberikan variasi bagi konsumen sehingga konsumen tidak pernah bosan mengkonsumsi ikan. Selain itu, lama pemeliharaan komoditas ikan relatif singkat, hanya diperlukan hitungan bulan masa pemeliharaan untuk memperoleh ukuran ikan konsumsi.

Besarnya volume produksi perikanan Indonesia, tidak sejalan dengan tingkat konsumsi ikan di Indonesia. Tingkatan konsumsi ikan masyarakat Indonesia tertinggal jauh di bawah negara-negara lain yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang lebih kecil. Negara Jepang yang total luas wilayahnya hanya sekitar 85% dari pulau sumatera memiliki tingkat konsumsi ikan mencapai angka 140 kg/kapita/tahun. Begitu pula dengan Malaysia dan Korea Selatan yang memiliki tingkat konsumsi ikan masing-masing sebesar 70, serta 80 kg/kapita/tahun. Bangsa-bangsa di Benua Asia yang mengkonsumsi ikan lebih banyak daripada bangsa-bangsa yang lain mempunyai tingkat etos kerja yang sangat baik sebagaimana ditunjukkan oleh Jepang dan Korea Selatan yang selalu menunjukkan inovasinya dalam berbagai bidang. Hal ini berbeda dengan kondisi di Indonesia, sumber pangan dari laut belum dikenal dan dikonsumsi secara luas dan merata di seluruh Indonesia. Bahkan hampir di sebagian besar wilayah di Pulau Jawa sebutan ikan disambung dengan sumber protein lainnya, seperti iwak ayam, iwak tempe, dan iwak telur sehingga muncul kesan seolah-olah peran ikan tersamarkan.

Angka konsumsi ikan di Indonesia bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Merujuk pada angka sementara pada tahun 2015, angka konsumsi ikan di Indonesia berkisar antara 20,2 kg/kapita/tahun sampai mencapai dengan 55,35 kg/kapita/tahun. Terdapat lima Propinsi dengan angka konsumsi ikan di bawa 30 kg/kapita/tahun: Propinsi Jawa Timur (28,96 kg/kapita/tahun); Lampung (28,66 kg/kapita/tahun); Jawa Barat (26,27 kg/kapita/tahun); DIY (23,21 kg/kapita/tahun) serta Jawa Tengah (22,37 kg/kapita/tahun). Adapun empat Propinsi dengan angka konsumsi ikan melebihi 50 kg/kapita/tahun meliputi  Propinsi Maluku (55,35 kg/kapita/tahun); Sulawesi Tenggara (52,60 kg/kapita/tahun); Kepulauan Riau (52,58 kg/kapita/tahun) serta Maluku Utara (50,75 kg/kapita/tahun).

Beberapa hal yang diduga menjadi penyebab relatif rendahnya konsumsi ikan di Indonesia, diantaranya adalah: 1). Kurangnya pemahaman masyarakat tentang gizi dan manfaat ikan bagi kesehatan dan kecerdasan, 2). Rendahnya supply ikan akibat kurang lancarnya saluran distribusi, 3). Belum berkembangnya teknologi pengolahan dan atau pengawetan ikan sebagai bentuk keanekaragaman dalam ikut memenuhi tuntutan selera semua konsumen, 4). Sarana pemasaran, distribusi terbatas, baik kualitas maupun kuantitas. Hal lain yang diduga akan menyebabkan masih rendahnya tingkat konsumsi di Indonesia adalah pola pikir masyarakat yang masih kedarat-daratan, citra ikan sebagai penyebab penyakit cacingan, sumber alergi, ikan meningkatkan kolesterol darah, dan kandungan logam berat.

Salah satu hasil penelitian menyimpulkan bahwa jumlah konsumsi ikan di sentraproduksi lebih tinggi daripada daerah non sentraproduksi. Selain itu pada variable pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan dan selera berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi ikan (Chotimah, 2003). Menurut Indrawasih (2016), nelayan lebih suka menjual ikan hasil tangkapannya daripada mengkonsumsinya. Hal ini diduga karena nelayan membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan Suryawati et al., (2016) pilihan konsumsi ikan dalam bentuk segar mengalami pergeseran menjadi bentuk olahan seiring dengan meningkatnya Pendidikan konsumen. Selanjutnya Indriana & Widyanti (2006) melaporkan bahwa semakin tinggi pendapatan/kapita/bulan dan pengetahuan tentang gizi seorang ibu maka akan semakin ikut meningkatkan ketersediaan ikan di rumah tangga perkotaan. Hal ini mengindikasikan bahwa sosok ibu sangat mempengaruhi ketersediaan ikan di rumah tangga.

Di tataran global, 20 tahun silam, para pelaku usaha perikanan dunia mendeklarasikan Hari Perikanan Dunia atau World Fisheries Day (WFD) pada tanggal 21 Nopember 1997 di New Delhi, India. Gagasan munculnya WFD tidak lain sebagai ungkapan rasa keprihatinan dan kekhawatiran jika melihat fakta makin menurunnya produksi perikanan di seluruh dunia. Di sisi lain, terjadinya penambahan populasi manusia di dunia yang diikuti dengan kebutuhan bahan pangan sumber protein hewani.

Puluhan tahun urusan perikanan menjadi subordinasi dari sektor pertanian walaupun 75% dari wilayah Indonesia adalah lautan. Sebagai bagian dari pertanian sudah barang tentu kebijakan pemerintah ke pengembangan perikanan tidak optimal. Itu pula mungkin salah satu hal yang menyebabkan rendahnya nilai angka konsumsi ikan masyarakat Indonesia. Dari Gemarikan (Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan), telah dicanangkan pada 4 April 2004 oleh Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri yang antara lain bertujuan untuk membangun kesadaran gizi masyarakat agar gemar mengkonsumsi ikan.

Posisi ikan sebagai bahan pangan menjadi strategis manakala diterbitkan Undang-Undang Nomor18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ikan secara eksplisit dicantumkan di dalam Undang-Undang tersebut. Ini merupakan pengakuan formal dari negara atas eksistensi ikan. Pengakuan negara menjadi penting karena berkaitan dengan adanya fasilitasi kebijakan di dalamnya. Untuk mengoperasionalkan posisi ikan di masyarakat, perlu ada kebijakan yang terintegrasi antar sektor, antar Kementerian serta para pihak yang terkait. Kebijakan ketahanan pangan bukan melulu sekedar soal produksi dan konsumsi pangan secara kuantitatif, namun juga kualitas konsumsi pangan masyarakat.

Pengakuan negara terhadap ikan diperkuat dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2014, yang menetapkan setiap tanggal 21 Nopember sebagai Hari Ikan Nasional. Dengan terbitnya Keppres tersebut diharapkan dapat menambah energi bagi pemerintah Indonesia, pelaku usaha, serta semua pihak untuk bersama melakukan suatu reorientasi pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berkelanjutan sebagai salah satu upaya penyediaan stock ikan bagi pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan serta kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Penguatan pola konsumsi ikan diwujudkan dengan terbitnya Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Pada Inpres tersebut mengamanatkan untuk dijalankan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk: 1). Mengupayakan peningkatan dan juga memperluas pelaksanakan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan atau GEMARIKAN pada masyarakat; dan 2). Mengawasi mutu dan keamanan hasil perikanan.



Sumber Jurnal :
Djunaidah, I.S. 2017. Tingkat Konsumsi Ikan di Indonesia: Ironi di Negeri Bahari. Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan, 11(1): 12-25

Ditulis Oleh : Mohamad Aji Ikhrami (16/398927/PN/14898)

1 komentar:

  1. Nama : Ika Safitri
    NIM : 16/398926/PN/14897

    Artikel diatas menceritakan tentang Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya ikan namun tidak sebanding dengan tingkat konsumsi ikannya. Beberapa nilai penyuluhan yang didapat dari artikel tersebut adalah :
    1. Adanya sumber teknologi atau ide yang berupa gerakan mempopulerkan gemar makan ikan yang sejak tahun 2004 sudah mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia. Gerakan ini lahir sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia mengingat Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya ikan namun belum seimbang dengan tingkat konsumsi ikannya.
    2. Sasaran dari artikel tersebut adalah seluruh masyarakat Indonesia (sasaran langsung) dan pemerintah (sasaran tidak langsung).
    3. Manfaat yang bisa didapat dari artikel tersebut diantaranya untuk menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya mengonsumsi ikan, meningkatkan nilai konsumsi ikan, dan mendorong pemerintah untuk lebih mengurus sektor perikanan.
    4. Nilai pendidikan berupa gerakan makan ikan yang menarik untuk dilakukan karena sudah digalakke ke seluruh daerah di Indonesia.
    Selain nilai penyuluhan, di dalam artikel tersebut juga terdapat nilai berita diantaranya :
    1. Timelines : berita terkait gerakan gemar makan ikan merupakan gerakan yang baru-baru ini sedang di-booming –kan di Indonesia
    2. Proximity : berita sangat dekat dengan sasaran utama yaitu masyarakat Indonesia
    3. Importance : berita bersifat penting dan dibutuhkan oleh sasaran utama karena berkaitan langsung dengan konsumsi ikan sehari-hari
    4. Policy : berita tersebut sesuai dengan kebijakan yang mengakui pentingnya ikan seperti Undang-Undang Nomor18 Tahun 2012 tentang Pangan, Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2014, dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017
    5. Prominence : gerakan gemar makan ikan dipelopori oleh Presiden Indonesia ke lima yaitu Megawati Soekarnoputri
    6. Conflict : konsumsi ikan di Indonesia yang masih rendah dibanding negara-negara lain padahal sumber daya ikannya besar

    BalasHapus